Wednesday, November 26, 2008

Mengenal Tafsir at-Tahrir wat-Tanwir

Kitab yang terdiri dari tiga puluh juz dan terbagi kepada dua belas jilid ini merupakan sebuah tafsir kontemporer. Tampilan unik dan berbeda dengan kitab lain secara kasat mata.

Dari sederetan buku tafsir yang ada dalam khazanah penafsiran Al-Quran, termasuk dalam daftar tafsir terkemuka adalah karangan Ibnu 'Asyur yang satu ini. Muhammad at-Thahir ibn 'Asyur adalah seorang ulama kontemporer, wafat pada sepuluh tahun terakhir ini tepatnya sekitar tahun 2001. Memulai petualangannya menuntut ilmu pengetahuan Islam dengan bergabung dalam lembaga pendidikan az-Zaitunah, Tunis. Azzaitunah ini setaraf dengan al-Azhar di Mesir, dari model pendidikannya yang berpusat pada sebuah masjid dan begitu pula usia berdiri atau eksisnya lembaga pendidikan tersebut.

Beliau hidup sezaman dengan ulama ternama di Mesir, Muhammad al-Khadhar Husain at-Tunisy. Keduanya adalah teman seperjuangan, ulama yang sangat luar biasa, memiliki tingkat keimanan yang tinggi, sama-sama pernah dijobloskan ke dalam bui lantaran mempertahankan pemahaman dan ideologinya serta menanggung penderitaan yang sangat berat demi memperjuangkan negara dan agama. Pada akhirnya Muhammad al-Khadhar ditakdirkan oleh Allah menjadi mufti Mesir, beliau pun mendapat kepercayaan menjadi Qadhi di Tunis yang kemudian diangkat menjadi seorang penentu fatwa keagamaan di Tunis.

Dalam muqaddimah tafsir "at-Tahrir wat-Tanwir" beliau menuturkan, satu angan-angan terbesar dalam hidup beliau yang ingin dicapai adalah menafsirkan kitab Allah Swt. sebagai mu'jizat terbesar Nabi Muhammad Saw. Bercita-cita membuat sebuah tafsir yang lengkap dari segi kebahasaan dan maknanya, yang belum pernah ada sebelumnya. Tafsir yang mencakup kemaslahatan dunia dan akhirat. Bukan hanya sekedar mengumpulkan perkataan ulama sebelumnya, melainkan memiliki penjelasan-penjelasan yang berasal dari hasil pengetahuan sendiri yang lebih detail dan menyeluruh dalam penafsiran ayat-ayat Al-Quran. Beliau melihat beberapa tafsir yang ada hanya mengambil pendapat ulama sebelumnya. Seakan-akan sang pengarang tidak memiliki kontribusi pendapat sedikit pun kecuali hanya merunut pendapat ulama lain. Cuma berbeda dari porsi yang diambil, ada yang memaparkannya secara singkat sebaliknya ada yang panjang lebar. Berkat rahmat Allah Swt., angan-angan ini bisa tercapai. Karya beliau bisa rampung tersusun dan ikut meramaikan khazanah ilmu pengetahuan Islam.

Menilik tafsir karangan Ibnu 'Asyur dari segi materi, kitab ini terdiri dari tiga puluh juz dan terbagi kepada dua belas jilid. Masih diterbitkan oleh penerbit tunggal yang masih cukup sulit kita dapati. Sebuah tafsir kontemporer yang memiliki ciri khas tersendiri dalam paparannya menafsirkan ayat-ayat Al-Quran. Memiliki tampilan unik dan berbeda dengan kitab lain secara kasat mata. Memiliki metode penyusunan unik, yang tidak menghususkan satu jilid untuk satu juz saja melainkan secara acak. Kadang memuat dua juz bahkan sampai lima juz perjilidnya.

Beliau memulai tafsirnya dengan sekelumit materi tentang hal-hal yang berhubungan dengan pengetahuan dasar memahami seluk beluk gaya bahasa Al-Quran secara singkat. Memaparkan muqaddimahnya sampai kepada sepuluh bagian pembukaan, mulai dari penjelasan tafsir dan ta'wil, penjelasan fenomena tafsir bil ma'tsur dan bir-ra'yi, asbâbunnuzûl, sampai kepada i'jâzuI Qurân. Itupun sampai menghabiskan seratus halaman pertama untuk penjelasan sesingkat ini. Mirip dengan uraian singkat Ulumul Quran yang sudah mencapai tingkat yang cukup rumit.

Mendeskripsikan cakupan bahasan dalam tafsir ini, beliau mengungkapkan dalam pendahuluan tafsirnya, “Saya benar-benar berusaha menampilkan dalam tafsir Al-Quran hal-hal langka yang belum digarap oleh ulama tafsir sebelumnya. Menempatkan diri sebagai penengah perbedaan pendapat ulama yang pada satu waktu sepaham dengan salah satunya dan pada waktu lain berseberangan pendapat dengan alasan tersendiri. Dalam tafsir ini, saya berusaha mengungkap setiap i'jazul Quran, nilai-nilai balaghah yang terkandung dalam sebuah kalimat Al-Quran serta menjelaskan uslub-uslub penggunaannya”.

Menjelaskan hubungan antara satu ayat dengan ayat lainnya, terutama antara satu ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Al-Quran telah didesain dengan sangat luar biasa, memiliki susunan yang unik namun tetap memiliki ketersambungan antara satu ayat dengan ayat lain. Tidak melewatkan satu surat pun dalam Al-Quran kecuali berusaha menjelaskan secara lengkap setiap maksud yang terkandung di dalamnya secara utuh. Tidak sebatas menjelaskan makna setiap kata dan kalimatnya saja secara parsial, melainkan merangkai kembali makna tiap kata dan kalimat yang telah diurai terpisah menjadi satu tujuan atau maksud yang diusung oleh setiap ayat maupun surah Al-Quran.

Dalam metode pemaparan tafsir ini, tidak terlewatkan penjelasan secara gamblang tinjauan bahasa setiap kata dalam Al-Quran, menyimak hikmah dari pemilihan kata yang digunakan sampai kepada sisi gramatikal setiap kalimat. Secara spesifik menilik setiap Al-Quran dari kacamata ilmu nahwu dan tashrif, turut melengkapi posisi i'rab dari penggalan kata-kata Al-Quran.

Muhammad Amri, Mahasiswa Indonesia jurusan Tafsir Universitas al-Azhar, Mesir. Diterbitkan oleh www.hidayatullah.com

Tuesday, November 11, 2008

Ibnu Hajar Al-Asqalani
Berguru Kepada 500 Ulama

Jika dihitung jumlah guru Ibnu Hajar mencapai 500 orang dalam berbagai cabang ilmu, terutama di bidang fiqih dan hadist.

Ibnu Hajar Al-Asqalani, bernama lengkap Syihabuddin Abul Fadhl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Hajar Al-Kinani Al-Asqalani Asy-Syafi’i Al-Mishri. Kemudian dikenal dengan nama Ibnu Hajar. Sedangkan sebutan Al-Asqalani diambil dari ‘Asqalan’, sebuah kota dekat Gaza, Palestina.

Ibnu Hajar lahir di Mesir bulan Sya’ban 773 H. Sejak kecil, Ibnu Hajar sudah menjadi yatim piatu. Ibunya wafat ketika Ibnu Hajar masih bayi, kemudian ayahnya menyusul wafat ketika ia berumur 4 tahun. Sebelum wafat ayahnya berwasit kepada Zakiyudin Al-Kharrubi dan Syamsudin Ibnu Qathan Al-Misri untuk mengasuh Ibnu Hajar.

Meski terlahir Yatim piatu sejak kecil Ibnu Hajar memiliki semangat belajar yang tinggi.
Pada umur 5 tahun Ibnu Hajar kuttab (semacam TPA), saat menginjak usia sembilan tahun Ibnu Hajar mampu menghapal al-Qur’an. Selain itu, di umurnya yang masih berbau kencur Ibnu Hajar juga menghapal buku-buku kecil, diantaranya al-’Umdah, al-Hawi, ash-Shagir, Muhtashar Ibnu Hajib dan Milhatul I’rab.

Setelah belajar kepada dua tokoh ini, Ibnu Hajar melakukan perjalanan ke banyak negeri Ibnu Hajar tercatat pernah mengunjungi Makkah dan Madinah. Bahkan, di usia 12 tahun, di Makkah, Ibnu Hajar mendengarkan Shahih Bukhari dari ahli hadits Afifuddin An-Naisaburi.

Di Damaskus, Ibnu Hajar bertemu dengan ahli sejarah sekelas Ibnu Asakir, Ibnu Malaqin dan al-Bulqini. Ketika berada di Palestina, Ibnu Hajar menyempatkan berkeliling Nablus, Khalil, Ramlah dan Ghuzzah untuk bertemu ulama setempat. Seperti di Damaskus, Ibnu Hajar berkeliling ke beberapa kota di Yaman.

Sepanjang hidupnya, Ibnu Hajar belajar kepada banyak guru. Antara lain, Afifudin an-Naisaburi, Muhammad bin Abdullah bin Zhahirah, Abu Hasan al-Haitsami, Ibnul Malaqqin, Sirajuddin Al-Bulqini. Selain itu, Ibnu Hajar juga pernah berguru kepada Abul-Fadhl Al-Iraqi, Abdurahhim bin Razin, Al-Izz bin Jama’ah, serta al-Hummam Al-Khawarizmi.

Untuk ilmu Bahasa Arab, Ibnu Hajar belajar kepada al-Fairuz Abadi, Ahmad bin Abdurrahman. Pada ilmu Qira’ah Ibnu Hajar belajar kepada al-Burhan at-Tanukhi. Jika dihitung, jumlah guru Ibnu Hajar mencapai 500 orang dalam berbagai cabang ilmu, terutama di bidang fiqih dan hadits.

Sebagai orang kaya ilmu, yang tercermin dalam sikap tawadhunya, sabar dan penuh kehati-hatian dalam bersikap, justru membawa Ibnu Hajar berada dalam tawaran jabatan dari pemerintah di zamannya. Seorang hakim bernama Ashadr al-Munawi, pernah menawarkan Ibnu Hajar menjadi wakilnya, tapi ditolaknya, bahkan ia sempat bertekad untuk tidak menjabat di kehakiman.

Di era Sultan al-Muayyad, Ibnu Hajar pernah diserahkan jabatan serupa untuk menangani perkara yang khusus. Demikian di saat Jalaludin a-Bulqani menjabat sebagai hakim, Ibnu Hajar didesak untuk menjadi wakilnya.

Pada 827 H, pemerintah Mesir mengamanahkan Ibnu Hajar untuk memangku jabatan Hakim Agung. Ibnu Hajar sempat menerima namun belakangan ia merasa kecewa dengan sikap para pejabat. Ibnu Hajar tidak suka melihat ulah pejabat negara juga yang suka mangecam hakim apabila keinginan mereka ditolak. Padahal pejabat bersangkutan jelas bersalah. Tidak kuat dengan fitnah ini, Ibnu hajar akhirnya mengundurkan diri dari jabatan hakim agung Mesir.

Namun, pada tahun yang sama, pemerintah Mesir kembali memintanya menjabat sebagai hakim agung. Karena dipandang wajib di posisi ini, Ibnu Hajar menerima jabatan ini. Bahkan, tidak hanya di Mesir wilayah hukumnya, namun Ibnu Hajar juga diamanahi untuk membawahi kehakiman kota Syam.

Jabatan sebagai hakim dijalaninya dengan pasang surut. Pasalnya, di wilayah yang sebagian orang menginginkannya ini terlalu banyak fitnah, perpecahan, kepura-puraan, hingga mengedepankan hawa nafsu. Ibnu Hajar tercatat menjabat 21 tahun selama hidupnya.

Sebagai orang yang dirindukan banyak orang, Ibnu Hajar juga tetap menjalankan tugasnya sebagai khotib di Masjid Jami’ al Azhar , Masjid Jami’ Amr Ash. Namun sebagai sebagai ilmuwan, Ibnu Hajar tetap konsen dalam mengkaji dan meneliti hadits-hadits. Selain itu, Ibnu Hajar tetap mengajar ilmu tafsir, hadits, fiqih dan ceramah di berbagai tempat.

Sebelum wafat pada 28 Dzhulhijjah 852 H di Mesir, Ibnu Hajar banyak melahirkan tokoh dan ulama besar. Sederet nama besar pernah menjadi muridnya.Sebut misalnya, Imam As-Shakhawi (902 H), Al-Biqa’i (885 H), Zakaria al-Anshari (926 H), Ibnu Qadhi Syubhah (874 H), Ibnu Taghri Bardi (874 H), dan Ibnu Fahd al-Makki (871 H).

Selain mewariskan banyak ilmu kepada para muridnya, Ibnu Hajar juga meninggalkan banyak karya tulis. Dan, yang paling fenomenal dan masyhur adalah Fathul Baari Syarah Shahih Bukhari.

Karya-karya Ibnu Hajar

Fathul Baari Syarh Shahih Bukhari
Dalam kitab ini, Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan masalah bahasa dan i’rab dan menguraikan masalah penting yang tidak ditemukan di kitab lainnya. Kitab ini juga menjelaskan dari segi balaghah dan sastranya, mengambil hukum, serta memarkan berbagai masalah yang diperdebatkan oleh para ulama, baik menyangkut fiqih maupun ilmu kalam secara terperinci dan tidak memihak. Di samping itu, Ibnu Hajar mengumpulkan seluruh sanad hadits dan menelitinya, serta menerangkan tingkat keshahihan dan kedha’ifannya.

Bulughul Maram min Adilatil Ahkam
Kitab ini merupakan kumpulan hadits yang membahas seputar ibadah,muamalah,munakahah maupun seputar jinayah.Bobot dan kualitas kitab telah diakui para ulama setelah Ibnu Hajar. Sekalipun ringkas dan hanya memuat pokok-pokok hadits hukum namun kitab ini telah menjadi salah satu rujukan penting di zaman ini, kitab sangat populer di seluruh lapisan para penuntut ilmu, terutama bagi yang konsen di bidang ilmu hadits maupun di kalangan yang mendalami madzhab-madzhab fiqih.

Al-Ishabah fi Tamyizish Shahabah
Kitab ini berisi tentang biografi sahabat yang bisa dijangkau oleh Ibnu Hajar.Biografi ini seperti Usdul Ghabah yang ditulis Ibnu Atsiir. Namun yang membedakan, Ibnu Hajar berpengalaman dalam penulisan biografi sejarah para sahabat. Kitab ini sangat baik menjadi rujukan untuk mengetahui sahabat yang terkenal maupun yang belum dikenal banyak orang.

Tahzibut Tahdzib
Kitab ini ada karena munculnya kitab Al-Kamal. Lalu muncul lagi Tazhibul Kamal yang ditulis az Zahabi. Kemudian muncullah Tahzibut Tahzib, karena kitab-kitab sebelumnya dianggap cukup panjang oleh Ibnu Hajar. Kitab ini sebenarnya semacam biografi para periwat hadits, tapi lebih tepat membahas tentang ilmu rijak hadits yang berisi tentang jarah wa ta’dil terhadap para perawi hadits.

Taghliqut Ta’liq
Di kitab ini, Ibnu Hajar mencoba mengkaji Ta’liqot Bukhari.Ta’liqot Bukhari ini berisi hadits-hadits muallaq yang sebenarnya tidak dhaif tapi tidak memenuhi kreteria shahih oleh Bukhari sendiri. Di Taghliqut Ta’liq ini Ibnu Hajar mencoba menyelesaikan kedudukan Ta’liqot Bukhari supaya tidak ada hadits muaalaq pada Bukhari.

Ad-Durarul Kaminah
Kitab ini berisi biografi tokoh-tokoh yang ada pada abad delapan, sekitar tahun 700-an. Satu abad sebelum Ibnu Hajar wafat.

Inbaul Ghumr bi Anbail Umr
Kitab ini justru berbicara tentang tokoh-tokoh yang seabad dengan Ibnu Hajar. Isinya juga sama dengan Ad Durarul Kaminah,tentang biogarfi berbagai tokoh, para perawi baik yang dijumpainya langsung maupun yang dinukil dari gurunya.

(Al-Mujtama Edisi 5 Th I/12 Syaban 1429 H )

 

Design by Amanda @ Blogger Buster