Tuesday, November 11, 2008

Ibnu Hajar Al-Asqalani
Berguru Kepada 500 Ulama

Jika dihitung jumlah guru Ibnu Hajar mencapai 500 orang dalam berbagai cabang ilmu, terutama di bidang fiqih dan hadist.

Ibnu Hajar Al-Asqalani, bernama lengkap Syihabuddin Abul Fadhl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Hajar Al-Kinani Al-Asqalani Asy-Syafi’i Al-Mishri. Kemudian dikenal dengan nama Ibnu Hajar. Sedangkan sebutan Al-Asqalani diambil dari ‘Asqalan’, sebuah kota dekat Gaza, Palestina.

Ibnu Hajar lahir di Mesir bulan Sya’ban 773 H. Sejak kecil, Ibnu Hajar sudah menjadi yatim piatu. Ibunya wafat ketika Ibnu Hajar masih bayi, kemudian ayahnya menyusul wafat ketika ia berumur 4 tahun. Sebelum wafat ayahnya berwasit kepada Zakiyudin Al-Kharrubi dan Syamsudin Ibnu Qathan Al-Misri untuk mengasuh Ibnu Hajar.

Meski terlahir Yatim piatu sejak kecil Ibnu Hajar memiliki semangat belajar yang tinggi.
Pada umur 5 tahun Ibnu Hajar kuttab (semacam TPA), saat menginjak usia sembilan tahun Ibnu Hajar mampu menghapal al-Qur’an. Selain itu, di umurnya yang masih berbau kencur Ibnu Hajar juga menghapal buku-buku kecil, diantaranya al-’Umdah, al-Hawi, ash-Shagir, Muhtashar Ibnu Hajib dan Milhatul I’rab.

Setelah belajar kepada dua tokoh ini, Ibnu Hajar melakukan perjalanan ke banyak negeri Ibnu Hajar tercatat pernah mengunjungi Makkah dan Madinah. Bahkan, di usia 12 tahun, di Makkah, Ibnu Hajar mendengarkan Shahih Bukhari dari ahli hadits Afifuddin An-Naisaburi.

Di Damaskus, Ibnu Hajar bertemu dengan ahli sejarah sekelas Ibnu Asakir, Ibnu Malaqin dan al-Bulqini. Ketika berada di Palestina, Ibnu Hajar menyempatkan berkeliling Nablus, Khalil, Ramlah dan Ghuzzah untuk bertemu ulama setempat. Seperti di Damaskus, Ibnu Hajar berkeliling ke beberapa kota di Yaman.

Sepanjang hidupnya, Ibnu Hajar belajar kepada banyak guru. Antara lain, Afifudin an-Naisaburi, Muhammad bin Abdullah bin Zhahirah, Abu Hasan al-Haitsami, Ibnul Malaqqin, Sirajuddin Al-Bulqini. Selain itu, Ibnu Hajar juga pernah berguru kepada Abul-Fadhl Al-Iraqi, Abdurahhim bin Razin, Al-Izz bin Jama’ah, serta al-Hummam Al-Khawarizmi.

Untuk ilmu Bahasa Arab, Ibnu Hajar belajar kepada al-Fairuz Abadi, Ahmad bin Abdurrahman. Pada ilmu Qira’ah Ibnu Hajar belajar kepada al-Burhan at-Tanukhi. Jika dihitung, jumlah guru Ibnu Hajar mencapai 500 orang dalam berbagai cabang ilmu, terutama di bidang fiqih dan hadits.

Sebagai orang kaya ilmu, yang tercermin dalam sikap tawadhunya, sabar dan penuh kehati-hatian dalam bersikap, justru membawa Ibnu Hajar berada dalam tawaran jabatan dari pemerintah di zamannya. Seorang hakim bernama Ashadr al-Munawi, pernah menawarkan Ibnu Hajar menjadi wakilnya, tapi ditolaknya, bahkan ia sempat bertekad untuk tidak menjabat di kehakiman.

Di era Sultan al-Muayyad, Ibnu Hajar pernah diserahkan jabatan serupa untuk menangani perkara yang khusus. Demikian di saat Jalaludin a-Bulqani menjabat sebagai hakim, Ibnu Hajar didesak untuk menjadi wakilnya.

Pada 827 H, pemerintah Mesir mengamanahkan Ibnu Hajar untuk memangku jabatan Hakim Agung. Ibnu Hajar sempat menerima namun belakangan ia merasa kecewa dengan sikap para pejabat. Ibnu Hajar tidak suka melihat ulah pejabat negara juga yang suka mangecam hakim apabila keinginan mereka ditolak. Padahal pejabat bersangkutan jelas bersalah. Tidak kuat dengan fitnah ini, Ibnu hajar akhirnya mengundurkan diri dari jabatan hakim agung Mesir.

Namun, pada tahun yang sama, pemerintah Mesir kembali memintanya menjabat sebagai hakim agung. Karena dipandang wajib di posisi ini, Ibnu Hajar menerima jabatan ini. Bahkan, tidak hanya di Mesir wilayah hukumnya, namun Ibnu Hajar juga diamanahi untuk membawahi kehakiman kota Syam.

Jabatan sebagai hakim dijalaninya dengan pasang surut. Pasalnya, di wilayah yang sebagian orang menginginkannya ini terlalu banyak fitnah, perpecahan, kepura-puraan, hingga mengedepankan hawa nafsu. Ibnu Hajar tercatat menjabat 21 tahun selama hidupnya.

Sebagai orang yang dirindukan banyak orang, Ibnu Hajar juga tetap menjalankan tugasnya sebagai khotib di Masjid Jami’ al Azhar , Masjid Jami’ Amr Ash. Namun sebagai sebagai ilmuwan, Ibnu Hajar tetap konsen dalam mengkaji dan meneliti hadits-hadits. Selain itu, Ibnu Hajar tetap mengajar ilmu tafsir, hadits, fiqih dan ceramah di berbagai tempat.

Sebelum wafat pada 28 Dzhulhijjah 852 H di Mesir, Ibnu Hajar banyak melahirkan tokoh dan ulama besar. Sederet nama besar pernah menjadi muridnya.Sebut misalnya, Imam As-Shakhawi (902 H), Al-Biqa’i (885 H), Zakaria al-Anshari (926 H), Ibnu Qadhi Syubhah (874 H), Ibnu Taghri Bardi (874 H), dan Ibnu Fahd al-Makki (871 H).

Selain mewariskan banyak ilmu kepada para muridnya, Ibnu Hajar juga meninggalkan banyak karya tulis. Dan, yang paling fenomenal dan masyhur adalah Fathul Baari Syarah Shahih Bukhari.

Karya-karya Ibnu Hajar

Fathul Baari Syarh Shahih Bukhari
Dalam kitab ini, Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan masalah bahasa dan i’rab dan menguraikan masalah penting yang tidak ditemukan di kitab lainnya. Kitab ini juga menjelaskan dari segi balaghah dan sastranya, mengambil hukum, serta memarkan berbagai masalah yang diperdebatkan oleh para ulama, baik menyangkut fiqih maupun ilmu kalam secara terperinci dan tidak memihak. Di samping itu, Ibnu Hajar mengumpulkan seluruh sanad hadits dan menelitinya, serta menerangkan tingkat keshahihan dan kedha’ifannya.

Bulughul Maram min Adilatil Ahkam
Kitab ini merupakan kumpulan hadits yang membahas seputar ibadah,muamalah,munakahah maupun seputar jinayah.Bobot dan kualitas kitab telah diakui para ulama setelah Ibnu Hajar. Sekalipun ringkas dan hanya memuat pokok-pokok hadits hukum namun kitab ini telah menjadi salah satu rujukan penting di zaman ini, kitab sangat populer di seluruh lapisan para penuntut ilmu, terutama bagi yang konsen di bidang ilmu hadits maupun di kalangan yang mendalami madzhab-madzhab fiqih.

Al-Ishabah fi Tamyizish Shahabah
Kitab ini berisi tentang biografi sahabat yang bisa dijangkau oleh Ibnu Hajar.Biografi ini seperti Usdul Ghabah yang ditulis Ibnu Atsiir. Namun yang membedakan, Ibnu Hajar berpengalaman dalam penulisan biografi sejarah para sahabat. Kitab ini sangat baik menjadi rujukan untuk mengetahui sahabat yang terkenal maupun yang belum dikenal banyak orang.

Tahzibut Tahdzib
Kitab ini ada karena munculnya kitab Al-Kamal. Lalu muncul lagi Tazhibul Kamal yang ditulis az Zahabi. Kemudian muncullah Tahzibut Tahzib, karena kitab-kitab sebelumnya dianggap cukup panjang oleh Ibnu Hajar. Kitab ini sebenarnya semacam biografi para periwat hadits, tapi lebih tepat membahas tentang ilmu rijak hadits yang berisi tentang jarah wa ta’dil terhadap para perawi hadits.

Taghliqut Ta’liq
Di kitab ini, Ibnu Hajar mencoba mengkaji Ta’liqot Bukhari.Ta’liqot Bukhari ini berisi hadits-hadits muallaq yang sebenarnya tidak dhaif tapi tidak memenuhi kreteria shahih oleh Bukhari sendiri. Di Taghliqut Ta’liq ini Ibnu Hajar mencoba menyelesaikan kedudukan Ta’liqot Bukhari supaya tidak ada hadits muaalaq pada Bukhari.

Ad-Durarul Kaminah
Kitab ini berisi biografi tokoh-tokoh yang ada pada abad delapan, sekitar tahun 700-an. Satu abad sebelum Ibnu Hajar wafat.

Inbaul Ghumr bi Anbail Umr
Kitab ini justru berbicara tentang tokoh-tokoh yang seabad dengan Ibnu Hajar. Isinya juga sama dengan Ad Durarul Kaminah,tentang biogarfi berbagai tokoh, para perawi baik yang dijumpainya langsung maupun yang dinukil dari gurunya.

(Al-Mujtama Edisi 5 Th I/12 Syaban 1429 H )

1 comments:

Anonymous said...

yang saya tanyakan adkah crita dari ibnu hajar yang intinya sebagai semangt dalam mencari ilmu?.yang saya maksud critanya .karna sya pernh dengar bahwa ibnu hajar itu mullany sempat putus asa dlm mencri ilmu,kmudian ia menyerah dan pulang.namun ditengah jalan ia melihat batu yang kerops karna air.biskah bpk mencritakn itu,soalnya q cri g ktemu?,makasih


arisa19.blogspot.com

Post a Comment

 

Design by Amanda @ Blogger Buster